Buntut Surat Edaran: Gubernur dan Wagub Babel Terlibat Perang Pernyataan
Suasana Pemerintah Provinsi Kepulauan Bangka Belitung (Babel) mendadak memanas. Dua pucuk pimpinan daerah, yakni Gubernur dan Wakil Gubernur Babel, tengah menjadi sorotan setelah terlibat perang pernyataan di ruang publik. Pemicunya adalah sebuah Surat Edaran (SE) tentang perjalanan dinas yang dikeluarkan oleh Gubernur dan dianggap mengandung ketimpangan oleh sang Wakil Gubernur.
Apa yang awalnya hanya sebuah kebijakan administratif, kini berkembang menjadi konflik terbuka antara dua pejabat tertinggi di Babel, menimbulkan tanda tanya besar soal soliditas dan keharmonisan di dalam tubuh pemerintahan daerah tersebut.
Isi SE yang Jadi Sumber Friksi
Surat Edaran yang dipersoalkan tersebut mengatur mekanisme baru terkait perjalanan dinas pejabat, termasuk persetujuan langsung dari Gubernur untuk kegiatan tertentu. SE itu dianggap oleh Wakil Gubernur sebagai kebijakan yang tidak dibahas bersama serta berpotensi mengekang ruang geraknya dalam menjalankan fungsi pemerintahan.
Wakil Gubernur secara terbuka mengkritik isi dan proses penerbitan SE tersebut, menyebutnya sebagai bentuk “pengambilan keputusan sepihak” yang menyinggung prinsip kolektif kolegial dalam menjalankan roda pemerintahan daerah.
“Saya tidak pernah diajak bicara terkait isi surat itu. Ini bukan soal administrasi, tapi soal etika pemerintahan,” tegas Wakil Gubernur dalam keterangannya kepada media lokal.
Respons Gubernur: Tegas, Tapi Terukur
Di sisi lain, Gubernur Babel memilih bersikap tenang namun tegas. Ia menyebut bahwa SE tersebut merupakan bagian dari upaya penertiban dan pengawasan keuangan daerah, khususnya dalam efisiensi anggaran perjalanan dinas yang dinilai membengkak pada semester sebelumnya.
“SE ini dikeluarkan atas dasar tanggung jawab saya sebagai kepala daerah. Tidak ada maksud mengekang siapa pun,” ujar Gubernur dalam konferensi pers singkat.
Ia juga menekankan bahwa semua pejabat, termasuk dirinya dan wakilnya, harus tunduk pada aturan yang dibuat untuk kepentingan transparansi dan akuntabilitas.
Reaksi Publik dan Internal ASN
Perang pernyataan ini segera menjadi buah bibir di kalangan masyarakat Babel dan para Aparatur Sipil Negara (ASN) di lingkungan pemprov. Banyak pihak menyayangkan bahwa perbedaan pandangan antara Gubernur dan Wakil Gubernur justru dibuka di ruang publik, bukan diselesaikan secara internal melalui forum resmi.
Beberapa pengamat politik lokal menilai bahwa peristiwa ini mencerminkan retaknya komunikasi antara dua pimpinan yang semestinya menjadi satu kesatuan dalam menjalankan mandat rakyat.
“Kalau masalah administrasi saja bisa jadi polemik seperti ini, bagaimana masyarakat bisa percaya pada soliditas kepemimpinan daerah?” ungkap seorang akademisi dari Universitas Bangka Belitung.
Konflik antara Gubernur dan Wakil Gubernur Babel buntut Surat Edaran tentang perjalanan dinas telah membuka mata publik soal pentingnya komunikasi, transparansi, dan kesetaraan dalam tata kelola pemerintahan daerah. Perbedaan pandangan boleh saja terjadi, tetapi ketika tidak dikelola dengan baik, bisa berubah menjadi drama politik yang merugikan kepercayaan publik.
Kini, masyarakat Babel hanya bisa berharap kedua pemimpin dapat menurunkan tensi politik dan kembali fokus pada pelayanan rakyat, bukan saling serang di ruang publik.