KPK Selidiki Pembayaran Fiktif di PT Pelni: Dua Tersangka Jalani Pemeriksaan
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali menunjukkan keseriusannya dalam mengusut dugaan korupsi di lingkungan perusahaan milik negara. Kali ini, KPK memeriksa dua tersangka yang diduga terlibat dalam kasus pembayaran fiktif asuransi kapal di PT Pelayaran Nasional Indonesia (Pelni). Pemeriksaan dilakukan secara intensif sebagai bagian dari pendalaman penyidikan atas kasus yang berpotensi merugikan keuangan negara dalam jumlah besar.
Modus: Klaim Asuransi yang Tak Pernah Ada
Kasus ini berawal dari laporan adanya kejanggalan dalam proses pembayaran premi asuransi kapal milik PT Pelni. Setelah dilakukan audit internal dan investigasi awal, terungkap adanya klaim pembayaran atas polis-polis asuransi yang diduga fiktif atau tidak pernah benar-benar diterbitkan oleh perusahaan asuransi yang sah.
Dua individu yang kini telah ditetapkan sebagai tersangka disebut memiliki peran strategis dalam memfasilitasi dan menyetujui pembayaran tersebut. Keduanya merupakan pihak internal yang diduga bekerja sama dengan oknum eksternal dalam menciptakan dokumen dan transaksi palsu.
KPK Periksa dengan Intensif
Pemeriksaan terhadap kedua tersangka dilakukan di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta. Tim penyidik memfokuskan pertanyaan pada alur pencairan dana, dokumen pendukung pembayaran, dan hubungan antara tersangka dengan pihak penyedia jasa asuransi. Selain itu, penyidik juga tengah menelusuri kemungkinan adanya aliran dana ke pihak lain, termasuk pejabat internal perusahaan.
Juru bicara KPK menyampaikan bahwa pemeriksaan ini bertujuan untuk memperkuat bukti dalam rangka merangkai konstruksi hukum kasus secara utuh.
“Kami mendalami motif, peran masing-masing tersangka, dan potensi kerugian negara yang timbul akibat transaksi fiktif ini,” ungkapnya.
Potensi Kerugian Negara dan Dampaknya ke Publik
Meski angka pasti kerugian negara masih dalam tahap penghitungan, dugaan awal menunjukkan bahwa nominal dana yang terlibat dalam transaksi fiktif ini mencapai miliaran rupiah. Dana tersebut seharusnya dialokasikan untuk perlindungan aset negara berupa kapal-kapal operasional milik PT Pelni.
Ironisnya, pembayaran fiktif ini tak hanya merugikan keuangan negara, tapi juga berpotensi melemahkan kepercayaan publik terhadap manajemen BUMN dan efektivitas pengawasan internal perusahaan negara.
KPK Tegaskan Tidak Ada Toleransi
KPK menegaskan bahwa penyelidikan kasus ini akan dilakukan secara transparan dan menyeluruh. Tidak tertutup kemungkinan jumlah tersangka bertambah, seiring ditemukannya fakta baru dari pemeriksaan saksi-saksi dan audit forensik keuangan.
“Kami pastikan siapa pun yang terlibat akan dimintai pertanggungjawaban hukum, baik itu dari pihak internal maupun eksternal,” tambah perwakilan KPK.
Kasus dugaan pembayaran fiktif di PT Pelni menjadi satu dari sekian banyak peringatan bahwa integritas dan akuntabilitas di lingkungan BUMN harus diperkuat. Langkah KPK dalam mengusut tuntas kasus ini diharapkan dapat menjadi efek jera bagi pihak-pihak yang coba bermain dalam celah sistem. Kepercayaan publik hanya bisa dibangun kembali melalui penegakan hukum yang konsisten dan tak pandang bulu.